Kamis, 27 Maret 2014

OPINIKU: Tidak Perlu Terlalu Khawatir Berlebihan

OPINIKU: Tidak Perlu Terlalu Khawatir Berlebihan: "Khawatir adalah hal yang sering kita dengar dan kita alami. Untuk hal yang kecil pun kadang kita sering khawatir apalagi untuk hal d...

Tidak Perlu Terlalu Khawatir Berlebihan

"Khawatir adalah hal yang sering kita dengar dan kita alami. Untuk hal yang kecil pun kadang kita sering khawatir apalagi untuk hal dan tanggung jawab yang besar. Untuk seorang yang baru saja mendapatkan tugas baru, apakah itu dipromosikan atau mendapatkan pekerjaan baru dengan jabatan yang lebih keren dari sebelumnya tentu pernah mengalami rasa khawatir. Mereka mungkin akan  khawatir, bagaimana dia bisa menjalankan tugasnya, khawatir apakah anak buahnya akan senang atau sebaliknya, khawatir apakah nanti bebannya berat atau tidak. Kekhawatiran itu adalah hal yang masih dalam tahap yang wajar.
Namun kita juga sering melihat dan menjumpai ada beberapa kekhawatiran yang sebenarnya tidak perlu terjadi, yaitu kekhawatiran bahwa apakah nanti akan mendapatkan pujian, ataukah sebaliknya. Apakah nanti berhasil menorehkan suatu prestasi atau tidak. Karena saking khawatirnya maka kadang orang dalam kondisi ini akan menerima masukan dari berbagai pihak dengan panik. Semua masukan di dengarkan karena ingin menyenangkan berbagai pihak agar supaya nantinya tujuan tercapai.  Masukan bahwa cara si A dulu salah, cara si B tidak tepat, si D itu begini dan begitu dan akhirnya timbulah suatu kekhawatiran yang diakibatkan oleh gosip dan berdasarkan, "katanya", "katanya" dan "katanya". Dalam hal ini kekhawatian tersebut tidak perlu terjadi apabila kita mempunyai prinsip dan mempunyai arah jelas, pasti dan dapat dipertanggungjawabkan. Mungkin masukan itu perlu, namun masukan juga perlu disaring dan dipilah pilah serta harus berdasarkan bukti dan pedoman serta data yang jelas dan bukan karena “katanya”. Karena jika hal tersebut terjadi maka yang ada adalah keputusan yang tidak fair, atau keputusan berdasarkan asumsi kecurigaan. Atau hal lainnya yang tidak terpikirkan akan timbul dan malah akan menambah banyak kekhawatiran baru.

Kekhawatiran yang lainnya adalah kekhawatiran tentang kita dalam menjalani hidup. Senior pernah bercerita tentang kekhawatiran. Cerita kekhawatiran ini menceritakan tentang dua orang pelancong yang sedang mendaki gunung.

Ada dua orang pelancong Bule yang melakukan pendakian di sebuah gunung. Saat pulang, mereka terpaksa menumpang sebuah mobil rombeng.
Jalannya ter-sendat² karena mesin tuanya.
Sepanjang perjalanan, pelancong pertama sibuk mencemaskan kondisi mobil.

Ia terbekap rasa khawatir jila nanti mobil yang mereka tumpangi akan mogok  di tengah jalan. Ia khawatir kalo bensinnya habis dan tidak ada pom bensin di sana.

Sementara, pelancong kedua tampak santai² saja. Ia begitu menikmati pemandangan indah, melihat bukit-bukit yang mereka lewati. itu.

Sepanjang perjalanan melewati bukit  yang pucuknya dihiasi salju putih.
Beberapa kali ia mengabadikan keindahan itu dengan kamera pocketnya. Setelah satu jam berlalu, akhirnya mobil uzur itu pun tiba di kota yang dituju.

Pelancong bule yang merasa khawatir tersebut bertanya kepada temannya yang menikmati pemandangan , “Kok kamu sempat²nya ambil gambar pemandangan itu? Apa kamu tidak cemas?,” tanya pelancong pertama.

Kata Pelancong kedua : “Apa yang perlu dicemaskan?. Kalau menurut aku seandainya ada masalah, pasti nantikan ada jalan keluarnya”.Jadi aku akan menikmati perjalanan yang aku lakukan, apalagi perjalanan ini baru pertama kali buat aku.”Aku suka dengan perjalanan tadi,” kata pelancong kedua.

Kisah di atas menolong kita untuk memahami bagaimana seringkali kekhawatiran membuat kita kehilangan banyak hal yang berharga. Lebih buruknya lagi, seringkali kekhawatiran itu tidak terbukti separah yang kita khawatirkan atau malah tidak terbukti sama sekali.

Banyak orang hidup dalam kekhawatiran dan cemas mengenai apa yang belum terjadi. Orang sering takut dan tidak tau apa yang ia takuti. Akhirnya, orang seperti ini tidak akan menikmati kehidupan.

Kebahagiaan hidup hanya menjadi milik orang-orang yang mampu menikmatinya dengan penuh syukur.

Waktu hanya sekali berputar, tanggal hanya sekali dalam 1 hari dan akan berbeda lagi untuk esok hari. Ada menit yang harus dilalui dengan MANIS, ada pula menit yang harus dilalui dengan PAHIT. JALANILAH SETIAP DETIK DGN PENUH KESADARAN, AGAR KITA MENJADI LEBIH BIJAKSANA DALAM MENJALANI KEHIDUPAN INI. Berikan yang terbaik yang bisa kita lakukan di manapun kita berada dengan penuh optimis dan berpikiran positif. 
Selamat menjalankan hari dengan Pikiran yang Positif  !

Keep Positive Thingking
and
You will get a lot of Positive Things




Sabtu, 22 Maret 2014

Disiplin di Sekolah Tanggung Jawab Siapa?

Mengantar anak ke sekolah adalah rutinitas setiap pagi, tak terkecuali hari ini saya mengantar anak anak ke sekolah. Rutinitas ini dijalani selama anak anak masih terikat jadwal sekolah . Jam masuk sekolah pukul 06.30, jadi kami harus berangkat selambat lambatnya pukul 06.00 sudah harus keluar komplek. Lebih 1 menit saja, pasti jalanan sudah macet karena yang sekolah bukan hanya anak anak saya saja tetapi juga semua anak Indonesia berangkat pagi untuk bersekolah.

Beruntung beberapa bulan ini sepanjang jalan dari rumah ke sekolah sudah tidak ada pengerjaan galian,atau pengaspalan, sehingga waktu tempuh dari rumah ke sekolah kurang lebih 15 menit. Dengan waktu tempuh itu pasti anak anak tidak akan terlambat ke sekolah.  Sambil menunggu bel berbunyi saya beserta ibu ibu lainnya duduk di pinggiran kelas sambil mengamati anak kita masing masing. Tingkah dan candaan mereka kalau kita dengar pasti agak aneh dan sering membuat kita tersenyum dalam hati. maklum mereka masih polos dan baru tahun pertama di sekolah dasar. Setelah bel berbunyi semua anak tertib masuk ke kelas, dan kami para orang tua berangsur meninggalkan sekolah. Sayup sayup terdengar suara selamat pagi dan mulai berdoa pagi.

Tetapi begitu saya sampai pintu gerbang sekolah yang masih terbuka meskipun  bel sudah berbunyi,  masih ada saja anak yang berdatangan karena terlambat. Memang di sekolah anak saya jika datang terlambat diwajibkan ke ruang guru untuk menuliskan alasan keterlambatan. Atau kalau terlambatnya masih 10 menit diperbolehkan masuk namun setelah selesai berdoa pagi.

Sambil berjalan saya melihat ke lantai 2 karena ada kegaduhan di sana, sepertinya dari kelas 4 yang ternyata memang gurunya belum masuk ke kelas. Kemudian saya melihat 2 orang guru, baru datang menuju ke lantai 2. Rasanya aneh juga , di mana kelas lainnya sudah senyap dengan doa pagi dan mulai pelajaran , masih ada kegaduhan di kelas lainnya karena gurunya datang terlambat ke kelas.

Jika seperti ini sebenarnya siapakah yang tidak disiplin ya? muridnya atau gurunya? pertanyaan lain muncul ketika saya akan meninggalkan sekolah, masih ada saja murid murid yang berdatangan. Pertanyaan usil  saya muncul, sebenarnya  anaknya yang tidak disiplin atau orang tuanya yang mengantar sekolah ya yang tidak disiplin?

Hal yang lebih aneh lagi terjadi masih ada guru yang tergopoh gopoh lari menuju ruang guru untuk mengambil buku pelajarannya dan kemudian lari menuju kelasnya padahal bel sudah berbunyi kira kira 10 menit yang lalu. Sekarang saya baru tahu kenapa pintu gerbang sekolah tidak ditutup, hal itu untuk memfasilitasi mereka yang terlambat baik murid, guru, dan orang tua yang terlambat mengantar anaknya.

Jadi sebenarnya disiplin itu siapa yang harus menerapkan? anak? orang tua? guru? pihak sekolah? atau semuanya?
Kita sebagai orang tua, guru dan panutan anak anak, harus mulai menerapkan disiplin dari diri sendiri dan tentunya disertai komitmen kepada mereka. Pesan buat guru dan sekolah supaya memberikan komitmen yang tegas tentang disiplin, karena semua tingkah laku orang dewasa di seluruh Indonesia dimulai dari disiplin yang mereka terapkan sejak kecil. Jika tidak ada disiplin pastilah banyak ditemua kesemrawutan di mana mana, seperti yang sering kita jumpai.

Rabu, 19 Maret 2014

Semua Berasal dari Kebiasaan

Hari ini 19 Maret 2014, saya mendapatkan email dari pengajar senior yang selalu tidak henti hentinya mengirimkan tulisan tulisan inspiratifnya. Tulisan inspiratif ini tentu bukan hanya tulisan beliau sendiri, tulisan inspiratif ini mungkin dari berbagai macam sumber.

Berikut tulisan inspiratif tentang sesuatu yang besar baik itu positif maupun negatif semua berawal dari kebiasaan yang dilakukan. Tanpa kita sadari kebiasaan akan berkumpul dan menumpuk bahkan dapat berakar dan menjalar seperti akar pohon yang begitu kuat.


Kebiasaan itu dapat berupa kebiasaan baik ataupun kebiasaan buruk. Kebiasaan baik atau kebiasaan  buruk yang kita lakukan menjadikan kita terbiasa, dan terakumulasi sehingga membentuk suatu tindakan yang tanpa kita sadari akan muncul dalam keseharian sehingga menimbulkan sebuah karakter yang kuat.


Suatu hari seorang tua bijaksana berjalan melalui hutan bersama anak muda yang terkenal tidak bertanggung-jawab dan kepala batu.

Orang tua itu menghentikan langkahnya, lalu menunjuk sebuah pohon yang masih kecil, “Cabutlah pohon itu”, katanya. Segera pemuda itu membungkuk, dan hanya dengan dua jari saja ia dapat mencabut pohon itu.

Setelah berjalan lebih jauh lagi, orang tua itu berhenti di depan sebuah pohon yang agak besar. “Coba cabut pohon ini”, katanya. Sekali lagi pemuda itu menuruti perintahnya, namun kali ini dia menggunakan kedua tangannya dan dengan sekuat tenaga mencabut pohon itu sampai ke akarnya.

Akhirnya, mereka berhenti di dekat sebuah pohon yang sangat besar. “Sekarang, cabutlah pohon ini!”, perintahnya lagi.

“Wah, itu tidak mungkin!” protes pemuda itu. “Aku tidak dapat mencabut pohon sebesar ini, untuk memindahkannya diperlukan sebuah buldozer!”

“Engkau benar sekali”, jawab orang tua itu. “Kebiasaan, entah baik ataupun buruk, sama seperti pohon-pohon itu..."

Kebiasaan yang belum berakar dalam seperti pohon yang masih sangat kecil, dapat dicabut dengan sangat mudah.

Kebiasaan yang akarnya mulai mendalam seperti pohon yang sudah agak besar, untuk mencabutnya diperlukan usaha dan tenaga yang kuat.

Kebiasaan yang sudah sangat lama, telah berurat akar sangat dalam dan mencengkeram, sehingga orang itu sendiri tidak bisa lagi mencabutnya.

Oleh karena itu, berhati-hatilah membentuk kebiasaan. Jagalah agar kebiasaan yang sedang ditanamkan adalah kebiasaan baik.

Coba ambil waktu dan mari kita selidiki diri kita. Adakah kebiasaan buruk kita yang masih sangat kecil tertanam di diri kita?

Adakah ‘pohon’ buruk yang sudah agak besar?

Yang lebih penting, adakah ‘pohon’ besar yang sudah tertanam begitu lama?

Jika ada, carilah penyelesaian masalah atas kebiasaan buruk kita dan marilah berubah.

Selamat introspeksi diri dan berani mengambil keputusan untuk melakukan perubahan ke arah yang benar dan lebih baik dari hari ke hari.

Terimakasih untuk Senior saya atas email ini.